TEORY OM BOB

23 Mei 2010 jam 11:54
Kunjungan Mastermind Jaksel ke rumah Oom Bob Sadino
Posted on 19 May 2009 by Tjarli

Pagi, 19 Mei 2009 sekitar jam 09 kunjungan silaturahim ke rumah Oom Bob Sadino dimulai dengan pertanyaan-pertanyaan Oom Bob kepada beberapa teman Mastermind Jaksel seputar bisnisnya. Obrolan pun mengalir dengan sendirinya dari pertanyaan-pertanyaan tersebut.
Topik pertama adalah mengenai management.

Menurut Oom Bob, teori-teori management itu sampah yang memenuhi otak kebanyakan orang dan menurut beliau juga sekolah-sekolah bisnis yang ada sekarang ini kebanyakan teori. Menurutnya simple saja “management is getting things done through other people”. Dalam berbisnis, management yang dijalankannya dominan menggunakan “hati” dibandingkan dengan “otak”.

Karena itulah beliau tidak mau menjadikan saudara atau kerabatnya menjadi pegawai di lingkungan perusahaannya. Banyak masalah yang akan timbul jika saudara atau kerabat menjadi pegawai di dalam perusahaan kita. Kepada kami beliau mewanti-wanti, agar jangan pernah menjadikan saudara atau kerabat menjadi pegawai. Lebih baik menjadikan orang lain sebagai “anak” di dalam perusahaan karena lebih mudah membinanya. Tidak heran berapa banyak “anak-anak” Oom Bob yang bekerja di Kemchick bertahun-tahun lamanya.

Dalam merekrut “anak-anak”, Oom Bob pun tidak memilih yang pintar-pintar apalagi yang bodoh. Beliau memilih yang sedang saja. Dan pada saat pegawainya menjalankan “management” dalam perusahaannya beliau mendiamkannya, memberikan kebebasan para managernya untuk membuat keputusan dan tindakan, namun bukan berarti beliau meninggalkan sendirian para managernya dalam membuat keputusan atau tindakannya. Karena menurutnya, seorang “gembala” yang baik adalah berada di tengah-tengah, bukan di depan, bukan pula di belakang gembalaannya. Beliau berada di tengah-tengah, bersama para manager dan pegawainya, beliau memberikan teladan kepada mereka.

Topik berikutnya adalah mengenai kesempatan. Kesempatan di dalam dunia bisnis, itu hanya datang dalam 1/1000 detik lamanya, sehingga memerlukan keputusan yang sangat cepat untuk “take action”. Jadi kalau ada kesempatan datang, putuskan saja untuk take action, jangan kebanyakan mikir atau kebanyakan analisa. Putuskan saja “take it” or “leave it”. Tapi bukan berarti setiap kesempatan harus kita ambil. Ambil kesempatan yang memang kita mau. Ini adalah masalah pilihan.


Pada saat itu, yang tidak terlupakan adalah tantangan dari Oom Bob Sadino kepada salah satu dari kami untuk keluar dari pekerjaan besok hari, dengan imbalan uang tunai yang nilainya 1,6 kali dari gajinya sebulan. Bahkan akan ditanggung beberapa bulan hingga bisa menghasilkan dari bisnisnya. Namun peluang ini tidak diambilnya, walaupun sempat dikata-katai “banci” karena tidak mengambil peluang ini.
Pelajaran dari hal ini adalah, bahwa kebanyakan orang memang sekedar mau menjadi entrepreneur, tetapi tidak mau meninggalkan zona kenyamanannya, bahkan dibayang-banyangi berbagai ketakutan.

Ketakutan itu menurut Oom Bob hanya bayang-bayang pikiran saja. Menjadi seorang entrepreneur memang harus berani, tidak cengeng, seperti yang pernah disampaikan di acara Milad 3 TDA beberapa bulan yang lalu.

Oom Bob sempat mengatakan bahwa keputusannya menjadi entrepreneur itu karena pilihan untuk mendapatkan “kebebasan” (freedom). Di buku “Bob Sadino: Mereka Bilang Saya Gila!” disebutkan bahwa adanya pertentangan batin saat itu karena beliau bekerja di perusahaan orang (Djakarta Llyod) sehingga sering diperintah atasan, tapi menurutnya atasannya itu goblok. Hal ini bertentangan dengan jiwanya yang sangat menghargai kebebasan. Maka tahun 1967 secara spontan beliau pulang ke Jakarta dari Eropa dan memulai hidupnya dari nol.

Menurutnya, beliau “membeli kebebasan” yang merupakan barang sangat berharga, dengan meninggalkan kenyamanan hidup, membayarnya dengan ketidak enakan yang harus dijalaninya. Menjadi supir taxi gelap, menjadi buruh/kuli bangunan, merasakan kemelaratan hidup. Itulah harga yang harus dibayar karena memilih menjadi manusia bebas. Merdeka dalam keputusan dan sikap adalah awal dari perubahan apapun, jangan takut untuk bertindak.

Sampai pada saatnya beliau mengamati perbedaan antara telur ayam lokal dan telur ayam layer (negeri). Mulailah beliau berbisnis telur ayam untuk kaum ekspatriat di daerah Kemang Jakarta, dengan bibit beberapa puluh anak-anak ayam dari Belanda. Walaupun jatuh bangun beliau tetap take action. Dari disinilah bisnisnya tumbuh dengan terus menerus “take action” yang kemudian menjadi Kemchick yang ada seperti saat ini.

Yang menarik adalah ketika kami dari Mastermind Jaksel menanyakan, peran atau support seperti apa yang diberikan oleh isteri pada saat “banting stir”. Beliau menjawab bahwa, support yang diberikan oleh isterinya adalah diam, tidak komentar. Kalau pada saat itu isteri beliau komentar, bisa jadi Bob Sadino tidak akan menjadi Bob Sadino seperti yang sekarang ini, katanya. Menurut istilah Bang Jay (Zainal Abidin), inilah yang namanya “the power of silent”.

Topik lain adalah mengenai profit. Kebanyakan orang fokus pada cost yang dikeluarkan, sementara Oom Bob fokus pada profit. Pada saat beliau bertani tomat hidroponik, orang yang berkunjung kebanyakan bertanya “berapa cost yang dikeluarkan?” dan tidak ada satupun yang bertanya mengenai “berapa profit yang diterima?”. Itulah sebabnya beliau berani membeli mahal sayuran yang dibeli dari petani dan berani menjual mahal untuk diekspor berton-ton banyaknya. Yang penting adalah profitnya cukup.
Jawaban yang tidak kami duga adalah ketika ditanyakan, Apa yang membuat Kemchick Supermarket bisa menjual produknya dengan harga mahal, bahkan Kemchick masa depan yang menyatu dengan apartement “The Mansion” di daerah Kemang yang dijual mahal? Itu adalah karena “celana pendeknya” katanya. Itulah “positioning” seorang Bob Sadino.

Kami terkesan karena satu-satunya supermarket yang buka melayani pelanggan di Jakarta pada saat kerusuhan Mei 1998 adalah Kemchick. Beliau mengatakan bahwa tadinya memang tutup, karena beliau memang tidak mau buka. Tetapi karena permohonan salah satu pelanggan yang mengatakan bahwa ia butuh susu untuk bayinya, saat itu terngiang-ngiang suara tangis bayi di telinganya, maka diputuskanlah Kemchick buka dan melayani para pelanggannya. Antriannya sangat panjang kebanyakan adalah ekspatriat, panjangnya seperti ular. Dan anehnya Kemchick tidak terkena aksi jarah massa di sekitar Jakarta pada saat itu. Aman-aman saja, bisa jadi karena keikhlasan niat untuk melayani para pelanggan, membuatnya tetap aman.

Topik yang menarik adalah Oom Bob Sadino mengatakan saat inilah saat yang tepat untuk bagi generasi muda untuk menjadi seorang entrepreneur. (Note: saat dunia dilanda krisis). Saat ini entrepreneur di nusantara baru ada sekitar 0,18% dari penduduk Indonesia, idealnya adalah sekitar 2%. Dari kondisi seperti ini, akan tumbuh entrepreneur-entrepreneur yang tangguh.

Beliau berpesan untuk bersyukur kepada Tuhan dengan menggunakan semua anugerah Tuhan yang telah diberikan, terutama usia muda, jangan buang-buang umur, berusahalah untuk balance, yang disimbolkan dengan “fid dunya hasanah wa fil akhiroti hasanah”. Bertindaklah.

Setelah kami ditanya satu persatu apa kesimpulan yang diperoleh dari obrolan sekitar 90 menit ini, beliau menyampaikan sesuatu yang belum pernah disampaikan kepada orang lain adalah, bahwa kesuksesan itu tidak ada…. Kebanyakan orang mengejar kesuksesan yang sebenarnya tidak ada. Oom Bob menyampaikan bahwa beliau tidak tau apa definisi sukses, jadi kalau orang-orang mengatakan beliau adalah orang sukses, menurut beliau tidak tau, karena definisi sukses saja tidak tau.

Memang kalau kita renungkan bahwa sesungguhnya kesuksesan adalah bukan destination, melainkan adalah “quality of process”, sukses adalah tentang “the process of how”.
Lucunya saat muncul kata-kata “passive income” ditengah-tengah obrolan kami, beliau mengatakan saya tidak tau apa yang namanya passive income, tetapi ketika diterjemahkan secara sederhana adalah mendapat uang padahal tidak bekerja, beliau mengatakan “itu gue banget”. Beliau tidak tau apa itu passive income, tetapi beliau katakan saat ini beliau nggak kerja tapi dapat uang. Lucu, orang yang tau definisi passive income, belum pernah mengalaminya, tetapi orang yang tidak tau apa itu passive income namun sudah mengalaminya.

Pagi itu kami dibuat bingung. Jangan sangka obrolan kami seenak membaca tulisan ini. Banyak statement-statement Oom Bob Sadino yang membuat kami bingung. Kami dikata-katai “Goblok kamu!”. Tapi lucunya kami malah tertawa saat dikata-katai demikian.
Beliau menginginkan keluar dari rumahnya, harus bingung, karena itu tandanya paradigmanya tentang entrepreneur sedang bergeser (bertumbuh). Diharapkan lagi bisa merubah dari seseorang yang teori oriented menjadi action oriented.

Itulah obrolan kami dengan “The Legend of Entrepreneur”, Oom Bob Sadino. Terima kasih banyak atas waktu dan obrolannya Oom.

Tjarli Suhendra

0 Response to "TEORY OM BOB"

Post a Comment